Seharusnya Cinta Itu...

1 comment
Sayang

Situ-situ, ada yang nonton serial Criminal Mind?

Enggak, saya nggak ngikutin. Saya nggak pernah ngikutin acara apapun di TV, karena saya menolak jadwal saya disetir oleh televisi. Tau kan, "wah, ini kan selasa jam 8! Jadi aku harus nonton Tersanjung XXX. Tak peduli aku sedang mood nonton atau tidak. Tak peduli sebenernya lebih asik kalau malam cerah ini aku ngajakin suami keluar dan makan di luar. Mau bagaimana lagi, jadwal sinetron nggak bisa digeser sih. Kalau makan malam kan bisa."

Begitulah mengapa saya nggak pernah ngikutin dan nggak pernah mau terikat sama jadwal TV. Saya hanya nonton kalau saya sedang kepengen nonton. Oleh sebab itulah saya kurang suka acara-acara yang ada title-nya "to be continued". Saya lebih suka acara-acara lepas yang bisa saya tonton sewaktu-waktu saya kepengen aja, dan nggak merasa berat/sedih kalau ketinggalan walau hanya satu episode. Tapi ya nggak acara lalala-yeyeye jugaaaa.

Salah satu serial di TV yang kadang-kadang suka saya tonton dikala senggang adalah Criminal Mind. Serial ini nggak perlu kita tonton setiap episode-nya, karena setiap episode akan menceritakan sebuah kasus baru, yang nggak berkaitan dengan episode-episode sebelumnya. Kalaupun ada sedikit kaitan, pemirsah tetep bisa nonton, karena biasanya setiap episode memiliki bagian ceritanya sendiri. Serial ini menceritakan tentang Tim Profiler FBI yang mengusut kasus-kasus kejahatan/pembunuhan berantai.

Karena ini adalah para profiler yah, jadi cara pengusutan kasusnya pun lebih ke penyelidikan secara psikologis. Mereka mencari siapakah pelakunya dan dimana dilakukannya ritual pembunuhan; dengan cara mencoba masuk dan memahami jalan pikiran dan kondisi mental si pelaku. Bagaimana latar belakang masa lalu kehidupan si pelaku, apa kira-kira pemicu kejadian pertama, mengapa si pelaku melakukannya dengan cara anu, di mana kira-kira tempat pelaku merasa aman melakukannya, apa kira-kira yang ada di pikiran dan yang akan dilakukan oleh si pelaku.

Ini bukan serial favorit saya, karena ada banyak yang lebih oke. Mmm...bahkan saya nggak punya serial favorit ^^. Tapi saya tetep nggak keberatan nonton. Karena pilihannya adalah acara ala-ala YKS atau yang ini. Dan lagi, detektif Derek Morgan is so damn hot!

Detektif Morgan
Gambar minjem di: www.sodahead.com

Saya nggak mau me-review serial Criminal Mind. Saya cuma tertarik dengan sekelumit cerita pada salah satu episode-nya. Saya lupa sub-judulnya apa. Cerita yang bikin saya tertarik ini bukan keseluruhan cerita satu episode, hanya sebagian kecil yang tidak penting. Dan mungkin ini cuma pemanis cerita. Jadi, saya khusus menyukai bagian ini, terlepas dari apa alasan si suami membunuh dan bagaimana akhir ceritanya yah! Karena memang lebih mudah menceritakan sesuatu yang fiktif, daripada menceritakan kejadian sebenarnya yang mungkin akan susah dipahami oleh wahai kalian orang kebanyakan.

Pada episode ini diceritakan mengenai seorang pembunuh berantai, yang suka menyasar cewek-cewek PSK cantik berambut pirang. Tapi ini bukan kejahatan seksual. Si cewek-cewek ini dibunuh dengan cara diikat telentang di ranjang dan kemudian badannya ditujes-tujes dengan pemecah es sampai mati. Si pembunuh kemudian tertangkap, dan dijatuhi hukuman mati. Tapi sebelum eksekusinya, si pembunuh ini harus mendekam dulu di penjara belasan tahun. Saya lupa lah detil ceritanya. Pokoknya ada sidang-sidang banding yang ditolak, dan juga ada penundaan-penundaan eksekusi bertahun-tahun gitu deh.

Yang bikin saya tertarik di cerita ini adalah istri si pembunuh. Dia setiaaa banget. Waktu suaminya ditangkap (dan pada saat itu juga dia baru tahu kenyataan kalau ternyata si suami ini pembunuh berantai), si istri tetap setia. Nggak ada pikiran sedikitpun untuk meninggalkan suaminya. Setelah suami dijatuhi hukuman mati, si istri juga tetep setia. Bahkan selama belasan tahun suaminya menunggu eksekusi di penjara, si istri nggak pernah absen satu haripun nengokin ke penjara, meskipun hanya bisa melihat suaminya disebrang ruangan dibatasi kaca kedap suara, meskipun hanya bisa berkomunikasi lewat telpon antar ruangan.

Si istri ini ditanya, kenapa sih kamu sebegitu setianya? Si istri jawabnya karena cinta. Kemudian si istri menceritakan kisah cinta mereka. Mereka ketemu waktu sama-sama masih muda. Ketika masih awal-awal berkencan, si istri jatuh sakit. Dia harus menjalani serangkaian operasi dan kemoterapi dan entah apa prosedur medis lain yang nggak enak selama bertahun-tahun. Nggak enak bukan hanya bagi si sakit, tapi bagi orang-orang yang didekatnya juga tentunya. Akan lebih mudah kalau si teman kencan itu pergi saja, toh baru awal-awal kencan.

Tapi nyatanya enggak. Bertahun-tahun dia setia mendampingi. Walau kondisinya sakit, walau tentunya suasana menjadi nggak asik, dan segalanya nggak indah, dia nggak pergi. Dan ketika pada akhirnya si istri sembuh, mereka menikah. Atas dasar cinta.

Puluhan tahun menjalani pernikahan dengan penuh cinta, sampai pada suatu hari si suami tertangkap karena kasus pembunuhan berantai. Pilihan si istri adalah tetap mendampingi dan mencintainya.

Apakah pilihannya berjalan mulus? Tentu saja enggak. Dia bercerita kalau dia nggak punya teman dekat. Teman dekatnya adalah suami yang dia cintai. Keluarga? Oh...mereka menolaknya karena pilihan yang dia buat. "Kamu setia kepada pembunuh berantai berarti kamu sama jahatnya dengan dia!" Bahkan sipir penjara ketika ditanya mengenai kesetiaan si istri juga menjawab: "Yup, sangat setia. Setia kepada penjahat keji. Apa artinya?"

Sekelumit adegan dari suatu episode itu cukup mencuri perhatian saya. Orang-orang sering bilang:
"seharusnya cinta itu bukan hanya menerima kebaikan, tapi juga keburukan pasangan kita."
"seharusnya cinta itu bisa memahami."
"seharusnya cinta itu bisa memaafkan."
"seharusnya cinta itu mau mendampingi apapun yang terjadi."
"seharusnya cinta itu..."
"seharusnya..."

Kalau nggak mengalami, atau kalau sedang berada di atas roda, orang memang cenderung enak aja ya mengharus-haruskan seseorang untuk melakukan sesuatu. Tapi ketika benar-benar dihadapkan pada kejadian, mendadak puisi-puisi "seharusnya" itu hilang.

Beberapa kali saya mendengar orang mengatai pilihan pasangan hidup seseorang: "kok bisa sih mau sama dia?". Dan cacian-cacian tersebut berasal dari mulut orang yang sama yang mengucapkan puisi-puisi "seharusnya cinta...". Bahkan saya pernah kena loh! Saya dulu pernah pacaran dengan orang yang menurut mereka-mereka seharusnya tidak layak saya cintai :D.

Lah, tadi katanya seharusnya cinta itu bukan hanya menerima kebaikan, tapi juga keburukan pasangan kita? Kok ketika ngeliat seseorang bertahan mencintai orang yang (kita pikir) buruk/salah langsung dihakimi dan disalahkan. Jadi puisi kalian itu maksudnya apa? Cuma biar keren aja ya nytatus atau ngomong "seharusnya cinta itu..."?

Saya nggak tau bener atau enggak kalau seharusnya cinta itu bukan hanya menerima kebaikan, tapi juga keburukan pasangan kita. Atau seharusnya cinta itu memaafkan. Atau seharusnya-seharusnya yang lain. Yang saya tahu, seharusnya cinta itu urusan hati dan hak setiap orang untuk memilih.

Termasuk urusan mencintai Tuhan. Termasuk urusan mencintai suatu cara untuk mencintai Tuhan. Nggak ada yang berhak mengatur, nggak ada yang berhak ikut campur, dan nggak ada yang berhak mempersalahkan.

I love you...
gambar minjem dari: www.fanpop.comwww.fanpop.com

 I love you, Detektif Morgan. Seharusnya cinta kita tak pernah salah T.T.

1 comment

Hai, terima kasih sudah mampir di sini dan berkomentar dengan sopan ;).
Komentar yang menyertakan link hidup dan kometar yang sifatnya mempromosikan website komersil/ barang jualan akan dihapus.