Resolusi 2025 Untuk Manusia Tipe Tanggal 31

3 comments

Menjelang tahun baru, saya ngobrol via telfon dengan bestie saya zaman saya kuliah, yang sekarang udah terpisah jarak. Saya tanya rencana acara pergantian tahunnya, dan ada satu obrolan kami yang menarik.

Dia bilang, dia nggak ada rencana di pergantian tahun. Alasannya adalah karena dalam menghadapi tahun baru, dia adalah manusia tipe "tanggal 1". Biasanya manusia tanggal 1 adalah tipe orang yang suka kedamaian. Dia akan melewatkan pesta pora di malam pergantian tahun dan pilih turu. Tipe tanggal 1 akan merasa bahagia bisa bangun paling pagi dan paling sehat di tanggal 1, merasa jumawa karena bisa menikmati sinar matahari pagi pertama di tahun baru, memandang hina kepada kalangan-kalangan yang masih turu dan teler dan jelas kurang sehat dan kemungkinan besar baru melek di tanggal 2 sambil sambat mumet. 

Tapi kalau bestie saya itu sepertinya bukan cinta damai sih. Cuma ngeboti turu wae.

Sebagai orang yang introvert mentok, saya jelas nggak suka keramaian. Tapi rupa-rupanya kalau soal tahun baru, saya adalah manusia tipe "tanggal 31" dengan segala hingar-bingarnya. Saya tuh sedih rasanya kalau malam pergantian tahun ngenthung seperti biasa. Kek...setahun lho saya sudah berhasil tetap hidup meski tidak berguna. Masa pergantian tahun malah cuma turu? Rasanya kok salah. Semacam FOMO nggak keturutan.

Tapi saya tetaplah saya yang stres kalau terlalu banyak manusia, apalagi kalau saya nggak deket-deket banget sama manusia-manusianya. Kalau disuruh menghabiskan waktu sama manusia yang nggak deket-deket amat, ya wis saya milih turu. Tapi selama masih ada pilihan bisa kumpul-kumpul ketjil bersama manusia-manusia terdekat yang nggak bikin energi saya tersedot, saya akan nyang'i.

Jadi khusus tanggal 31 saja kayaknya saya agak sedikit keluar dari cangkang. Rame-rame dikit. Barbeque sate klatak dikit. Misuh-misuh main Ludo dikit. Party dikit. Joged dikit. Habis itu saya kembali ke goa dan turu setahun.

***

Di sosmed sedang ada tren "no buy challenge". Tantangan untuk nggak berbelanja varian produk tertentu selama setahun penuh. 

Contoh: "Tahun 2025 aku nggak akan beli tas!"

Saya suka banget sama ide no buy challenge ini. Karena saya tipikal orang yang muak dengan segala tren yang cepet-cepet dan masif. Fast beauty lah, fast fashion lah, opo lah! Gek cepet-cepet ki yo selak opo? Bikin stres dan nyampah banget. 

Tapi susah kali mau ngikut challenge-nya.

Saya pada dasarnya bukan pembelanja kalap kok. Saya nggak boros kalau soal belanja tas, sepatu, makeup, traveling, tiket konser dll yang serba duniawi gitu. Saya kayaknya juga hampir nggak pernah tertarik sama sesuatu yang untuk dapetinnya sampai harus war/ rebutan. Tapi saya juga bukan yang nggak belanja sama sekali. Apalagi saya kan selebgram, iyyah? Kadang belanja-belanja gitu bukan boros tapi untuk menjaga image dan memelihara popularitas. Pokoknya gitu lah. Susah jelasin ke rakyat biasa. Intinya saya pembelanja yang cukup bijak untuk ukuran selebgram papan atas.

Di awal tahun gini, saya biasanya punya wishlist beberapa barang yang mau saya beli selama tahun berjalan. List ini dari tahun ke tahun selalu jadi penyelamat saya. Bikin saya punya pegangan dan nggak boros.

Kok bisa wishlist malah bikin nggak boros? Jadi begini cara kerjanya: Seandainya di pertengahan tahun tetiba saya pengen beli drem molen misalnya. Biasanya saya lihat wishlist saya lagi, dan melihat masih ada tas kempit dan sepatu jenggel yang belum kesampaian, kok bisa-bisanya malah mau beli drem molen? Kan tidak masuk akal?

Jadi bisa dibilang, saya ikut "no buy challenge" dengan cara saya sendiri: Saya berusaha tidak beli barang-barang yang tidak ada di wishlist awal tahun saya. Atau kecuali yang saya beli memang jadi duit lagi.

***

Dan tahun ini saya juga bingung menentukan target. Beberapa tahun lalu saya ngasih target pengen ngelunasin KPR. Tercapai. Tapi saya jadi mental breakdance. Dan tahun 2024 itu kayaknya ngasih pukulan yang sangat besar buat saya. Saya bener-bener berada di titik terendah yang sampai bingung sampai betapaku berharap setiap malam jadi yang terakhir semoga ku hilang dalam tidurku.

Baca:  I Love You, Bernadya! Walau Kamu Membuatku Pick Me.

Dan saya agak ngawang pas ditanya resolusi 2025. Saya lagi nggak ambis ngonten. Wishlist saya juga nggak banyak dan nggak mahal amat. Mungkin yang bisa saya lalukan adalah melanjutkan kebiasaan-kebiaan baik di 2024 seperti olahraga, jaga makan, berkomunikasi dengan teman-teman lama, dan berusaha tidak multitasking.

Selebihnya saya cuma pengen bahagia. Jauhkan semua yang bikin saya sedih dan susah, baik yang sudah terpikirkan maupun belum.

***

Coba cerita dong bes, kamu tipe manusia tanggal 31 atau tanggal 1? Ikutan no buy challenge atau enggak? Kalau enggak, punya wishlist belanja apa di tahun 2025? Dan apa resolusi 2015-mu?

I Love You, Bernadya! Walau Kamu Membuatku Pick Me.

8 comments

Mari kita ghibahin Bernadya. 

Jadi beberapa waktu yang lalu, saya dapet kerjaan dari Oasea, yaitu disuruh nonton konser AvoRestasion 2024 di Prambanan. Klik di sini untuk rekapan seru-seruan saya nonton konser kemarin, barangkali kalian mau lihat. Kalau enggak ya nggak papa sih. Tapi nanti nyesel lho nggak lihat budhe-budhe pecicilan nonton konser.

komunitas budhe-budhe lincah

Salah satu artis yang ngisi konser tersebut adalah Bernadya, yang selama dua bulanan sebelum konser saya kepoin abis karena...duh ceritanya agak panjang, tapi ya nggak papa ini kan blog bukan IG story jadi saya ceritain aja panjang-panjang.

Jadi ceritanya, salah satu bestie saya baru aja putus. Nah, bestie saya jadi eneq sama Bernadya, karena ndilalah mantannya adalah Bernadya garis kenyal. Apalagi pas itu, lagunya Bernadya diseteeeelll mulu dimana-mana kek apt apt. Mengetahui ke-eneq-an bestie saya tersebut, saya malah penasaran dan secara sengaja serta berkesadaran penuh mendengarkan Bernadya, lalu menghafal lagunya, agar supaya saya bisa menyanyikan lagu-lagu Bernadya sepanjang waktu di depan bestie saya itu kalau pas ketemu. Saya kan orangnya kalau bestie senang ikut senang, kalau bestie susah tambah senang.

Berawal dari ngisengin bestie, saya malah kesirep Bernadya. Saya jadi sukaaa banget lagu-lagunya, bikin saya bisa lebih menyelami curhatan galau bestie-bestie saya yang jomblo meskipun rumah tangga saya baik-baik saja. Musiknya juga oke banget buat pengiring baca novel, umbah-umbah, pilates, sampai weightlifting. Pokoknya Bernadya aku padamu!


menemani Momon senam hamil diiringi lagu Bernadya

Singkat kata, sampailah pada hari-H konser. 

Bernadya itu BERNADYA BANGET! Karena masih artis baru (atau baru viral), jadi stage performance-nya itu masih malu-malu. Nggak jelek, bagus banget malah, tapi malu-malu tai ayam gitu. Bernadya-nya cantik, aura galau-nya memancar seantero kawasan candi Prambanan, tapi memang kelihatan dia belum terlalu nyaman jadi pusat perhatian. Terus udah gitu, apaan tuh namanya alat yang disumpelin ke kuping artis buat denger-denger instruksi dari panitia pagelaran gitu? Nah, itu mati-mati atau copot-copot mulu. Jadi sepanjang konser, sambil nyanyi, Bernadya sibuk mbenerin kuping AAAAA GEMEZ!

Bisa dibilang saya tambah terkinthil-kinthil sama Bernadya. Dan saya bertekad, saya harus nonton Bernadya lagi sebelum malu-malunya itu ilang. Dan ternyata, pack Dani juga sama! Dia juga paling menikmati performance Bernadya yang malu-malu santai dan berasa liat temen manggung dibandingkan semua artis lainnya yang udah senior dan diva abis.


Pas saya utarakan itu, Momon berusaha memberi saya (( pengertian )) kalau itu tu jelek dan tidak layak ditonton lagi.

"Ya...tapi aku suka kok, pengen nonton lagi."

"Braaa, kuwi ki elek banget braaa! Aku biasa nonton konser, kuwi ki elek!!!!!!!"

***

Kejadian seperti ini sering kali terjadi lho, terutama dengan netizen. Pernah soal resto, soal kopi, soal makeup style, sampai soal artis idola. Orang seringkali nggak terima dan merasa pendapatnya tidak didengar, kalau ada yang punya selera berbeda.

Saya pernah ngomongin parfum di IG story dan bilang saya suka aroma yang mass pleasing dan aman, jadi kurang tertarik untuk explore niche perfume. Pas itu ada yang DM saya, "berarti selera parfummu cetek, Mbak. Mending banyak belajar lagi."

Pernah juga kejadian sebaliknya. Saya pernah mereview suatu skincare, tapi saya nggak suka karena produk tersebut menimbulkan efek samping di saya, yaitu kulit memerah dan gatal. Beberapa hari setelah review saya naik, ada reviewer lain yang mereview produk yang sama, dan bilang kalau review saya ngawur (no mention sih wkwk). Efek samping yang saya katakan tersebut tidak mungkin terjadi karena produk ini tidak mengandung bahan yang bisa memicu hal tersebut, katanya.

Pas itu sih saya masih dalam kondisi anu yah. Saya jadi galau sekali, takut salah, takut ngasih informasi yang keliru, dan takut-takut lainnya. Saya ovt banget, sampai sering menangis dan akhirnya memaksakan diri memakai lagi produk tersebut. Yang akhirnya, ya bisa ditebak, saya gethelen dan merah-merah lagi, bahkan makin parah, dan saya pun harus ke dokter kulit.

***

Sebenernya, hal-hal yang terlihat menyebalkan yang saya ceritakan di atas adalah pertanda baik bagi saya. Karena itu adalah salah satu sign bahwa kesadaran saya kembali. Saya sadar akan selera saya, dan saya juga sadar bahwa saya punya pendapat dan pilihan pribadi.


Karena memang beberapa tahun belakangan, kalau ada orang yang bilang bahwa makeup/ film/ style atau apapun yang saya suka itu jelek, saya pasti jadi goyah. Kemarin-kemarin, saya pasti jadi mempertanyakan kembali, "hmm...apa memang jelek ya? Jangan-jangan memang selera saya buruk sekali." Lalu ovt, dan berusaha untuk nggak menikmati hal-hal tersebut, karena males memicu perdebatan atau males dikatain pick me.

Padahal kalau menoleh lebih jauh lagi, saya dulu bukan orang yang malas berdebat. Orang-orang yang kenal saya lama pasti menilai saya adalah orang yang punya pendirian dan tau apa yang saya mau, bahkan menjurus ke keras kepala. Tapi kenapa belakangan saya imbas-imbis seperti sapi begitu iyach?

Sebenernya jawabannya ya karena belakangan saya sendiri nggak tau mau saya apa. Penilaian saya menumpul, saya nggak tau lagi mana yang saya suka dan kenapa. Saya nggak paham lagi selera saya bagaimana. Jadi, bagaimana saya bisa mempertahankan pendapat saya kalau saya bahkan nggak paham saya suka beneran atau enggak?

"Musik zaman sekarang jelek-jelek!" Padahal bukan musiknya yang jelek, tapi saya yang memang belakangan nggak "mendengarkan" musik. Saya nyetel musik sebagai backsound aktivitas saya yang lain aja, bukan benar-benar menikmati. Makanya tidak ada yang mengena.

Saya juga nggak punya film favorit sekarang. Saya sering bertanya-tanya sendiri, "apa film zaman sekarang memang kualitasnya menurun ya?" Padahal saya yang nggak mindfull nonton-nya. Saya nonton sambil skip-skip karena nggak sabar mengikuti pace yang menurut saya lambat, terus disambi whatsapp-an atau ngedit video pula, ya mana saya bisa paham film tersebut bagus atau tidak?

***

Perjalanan untuk kembali bisa menikmati hal-hal kecil yang dulu sangat saya sukai tersebut sangat panjang, nggak mudah, dan prosesnya masih belum selesai sampai sekarang. Hasilnya juga bukan sesuatu yang langsung terlihat secara kasat mata. Bahkan saya pun nggak langsung sadar lho kalau segala usaha yang saya lakukan ada hasilnya!

AHA! moment saya itu ya...saat saya suka lagu-lagunya Bernadya. Semacam: akhirnya saya punya lagu favorit lagi. Yang sepertinya nggak akan saya temukan kalau saya nggak benar-benar meluangkan waktu untuk mendengarkannya, meresapi lirik-liriknya, dan menikmati tanpa sambil-sambil. Terima kasih, bestieQ. Dorongan untuk membuatmu kesal mampu membuat saya mindfull mendengarkan Bernadya.

Saya mulai nemu banyak lagu-lagu bagus dan mulai menyusun playlist spotify saya sendiri, nggak lagi sekedar pencet play pokmen ono rungon-rungon. Saya juga nemu potongan dialog mesum meaningfull dari novel yang saya baca. Saya tetep nonton film yang posternya bikin saya penasaran meskipun rating IMDb-nya jeblok. Saya tetep cari-cari toket konser Bernadya di Jogja meskipun seluruh ahli konser dunia bilang itu jelek. Dan ternyata hal-hal yang tetap saya lakukan meskipun tanpa "persetujuan" dari orang-orang itu adalah hal-hal yang benar-benar saya mau dan saya nikmati.

Dan ini bukan pick me yah, namanya. Perbedaan itu hal yang normal kok dalam hidup. Tapi kalau ternyata memang ini yang dinamakan pick me ya udah ngapapa. Saya pilih dibilang pick me ketimbang nggak nonton Bernadya, bau menyan, dan gathel-gathel. Jayson, uwu.

Saya sih cukup happy, karena perjalanan saya ini pelan-pelan bikin hidup saya berwarna kembali.

Tentang Rumah Bau Jenazah

28 comments

Sekitar minggu lalu, saya merasakan hal ganjil di rumah saya. Semacam hawa busuk yang menusuk dan agak bikin merinding di area belakang rumah saya yang rimbun dan petang. Selama dua hari dalam kondisi itu, saya rasanya benar-benar nggak betah di rumah. Saya merasa sesak dan tambah "sakit", juga nggak doyan makan sama sekali. Dua hari itu, saya selalu cari-cari aktivitas di luar rumah: seharian jalan ke mall atau nongkrong di cafe sendirian.

Ini area belakang rumah saya (dan bonus foto Momon yang always ndembik)

Saya amati, Robin (kucing saya) juga bertingkah aneh. Seperti sering sekali berputar-putar dan mengucingi area belakang rumah, tapi nggak pernah berada di lokasi itu dalam jangka waktu yang lama. Paham nggak sih? Kalau enggak ya nggak papa kamu kan bukan kucing.

Herannya, suami saya biasa aja. Dia tetap melakukan aktivitas di area belakang seperti biasa, makan, bikin kopi, liat ikan, yah seperti aktivitas bapak-bapak pada umumnya lach. Tapi ya sudah, kan memang nggak semua orang dianugerahi sensitifitas seperti kucing.

Pada hari ketiga, saya benar-benar nggak tahan! Posisinya saat itu suami saya sedang touring ke luar kota, jadi saya sendirian selama beberapa hari kedepan di rumah. Malam itu adalah puncaknya saya merasa gelisah. Rasanya bulu kuduk saya berdiri semua dan perut saya mual menjadi-jadi, benar-benar saya nggak tahan lagi dengan kebusukan konoha ini!

Jadi saya memberanikan diri keluar kamar, melawan segala naluri kemanusiaan saya, dan berjalan ke area belakang rumah. Saya hidupkan semua lampu, lalu saya tengok semua lorong dan kolong tersembunyi, saya sinari semua sudut tergelap di rumah saya, DAN AKHIRNYA SAYA BERTATAP MUKA DENGAN TEROR ITU!

***

Mata saya terbelalak melihat mayat yang tiga hari lalu saya eksekusi sendiri dan saya letakkan di...

Air fryer!

Mayat ayam, Bes. Satu ingkung 👆. 

Air fryer yang udah saya cuci 578X lalu saya jemur dan saya kasih kopi seharian dan saya cuci lagi 785X dan saya kasih kopi lagi tapi kok masih bau kematian yah...

Ceritanya saya mau bikin Ayam Suwir Daun Jeruk ala saya yang enaknya kebangeten itu. Nah, ingkungnya saya air fryer dulu. Maklum yah, kan lagi icik-icik hidup sehat. Jadi no goreng goreng club. Biarkan Kompas dan Najwa Shihab saja yang menggoreng.

Dan seperti biasa, saya kalau nge-air fryer ayam itu sambil saya tinggal berbuat anu. Karena memang lama sekali yah, kurang kerjaan juga ndodok nungguin di depan air fryer biar apa? Tapi kemaren itu saya terdistraksi sesuatu. Tengah-tengah berbuat anu, saya diajak ke situ, terus habis itu saya melakukan ini dan lalu itu, dan kemudian si ingkung terlupakan.

Lupa sebentar dua bentar akhirnya tiga hari terlalui. 

Alhasil rumah saya bau jenazah ðŸ˜­.

Saya nanya ke pack Dani, "kok kamu nggak merasa bau atau gimana sih kemarin-kemarin?"

"Merasa sih. Tapi ya udah, kupikir kamu sedang bereksperimen apa gitu..."

EKSPERIMEN RUMAH TANGGA BAHAGIA APA YANG SAMPE BIKIN RUMAH BAU JENAZAH YA, MYLOV? ðŸ˜­ðŸ‘ˆ.

***

Sebenarnya, hal-hal demikian tadinya sering terjadi beberapa tahun belakangan. Hal-hal sepele tapi bikin saya sering mengucap "bajingan bajingan!" kayak HP dan Foreo ketlingsut, kacamata terinjak, cobek hilang, dan masih banyak kejadian ghoib lainnya.

Karena apa? Karena saya tidak mindful. Saya melakukan banyak hal "sambil-sambil" alias multitasking. Dan kejadian-kejadian ghoib di atas hanya sebagian kecil efek yang terjadi di diri saya. 

Sejujurnya, mulai banyak pekerjaan saya yang nggak beres, analisa-analisa saya yang meleset, fokus menurun, saya jadi sering relaps alias otak saya mem-flashback kejadian-kejadian traumatis dan perasaan bersalah di masa lalu, saya juga jadi takut sekali berada di keramaian atau bertemu manusia lain. Singkatnya otak besar mengecil dan otak kecil menghilang alias mendadak ngah ngoh. Banyak orang terdekat saya mulai bilang, ngobrol sama saya kayak ngobrol sama tumbuh-tumbuhan cuma nggak ijo aja.

Dan saya nggak mengada-ada yah. Multitasking memang merusak otak. Dari yang awalnya multitasking karena tuntutan pekerjaan yang deadline-nya mepet-mepet aja, lama-lama otak seperti tuman, nggak bisa kalau hanya melakukan satu kegiatan dalam satu waktu. Jadinya ya itu tadi, "sambil-sambil" dalam segala aspek kehidupan.

Saya jadi nggak bisa masak kalau nggak sambil nonton Netflix, nggak nyaman skincare-an tanpa lihat Youtube, nggak bisa banget beberes rumah tanpa dengerin podcast, dan yang paling parah, nggak bisa banget kumpul-kumpul bersama teman tanpa scrolling sosmed, dan lain-lain. Rasanya gelisah dan seperti merasa buang waktu ketika cuma melakukan satu hal saja. Padahal melakukan banyak hal sekaligus juga biasanya nggak ada yang selesai, atau selesaipun hasilnya nggak bakalan memuaskan. 

Dampak lainnya yang paling kerasa juga adalah attention span saya jadi pendek alias saya jadi nggak sabaran. Saya nggak sanggup lagi untuk menulis dan baca buku, yang sebenernya merupakan core dari semua aktivitas akun RacunWarnaWarni dan cabang-cabangnya. Jangankan baca buku, nonton film atau video aja belakangan sering saya cepetin atau skip-skip kok karena nggak sabaran.

Saya juga merasa kesepian, kosong... Suami, bestie, dan keluarga saya nggak kemana-mana sih sebenernya, tetap mendampingi, tapi saya saja yang merasa terasing dan jauh dari mereka karena pikiran saya yang tertutup kabut.

***

Mencoba menjelaskan kondisi menthel health saya dalam sebuah tulisan itu kok ternyata susah sekali ya? Semoga saja pada paham. Tapi kalau enggak ya udah saya nggak marah. Saya kan sekarang sedang berusaha mindful

Baca juga: Halo, ini masih Arum. Belum jadi Mixue.

Latihan mindfulness yang saya share di postingan sebelumnya kemaren ternyata memang banyak membantu saya dalam proses menemukan diri saya kembali. Jadi sebenernya, saya sekarang udah jarang ninggalin jenazah di air fryer dan jarang marah-marah kecuali keseringan denger apt apt. 

Walau masih proses yah, dan saya yakin prosesnya masih panjang. Nggak papa sih berproses pelan, yang penting tetap berprogres walau sedikit, tidak menyerah dan tidak kembali menjadi suket-suketan ngah ngoh.

Hmm...sepertinya kok seru ya blog ini dijadikan semacam mindfulness journal gitu. Kek...KEREN BANGET ULUH! Berasa yang nulis itu orang cerdas banget dan nggak suka ninggalin ingkung di air fryer, nggak sih?

Halo, ini masih Arum. Belum jadi Mixue.

5 comments

Astaga! Takut banget, yagesya T.T.

Terakhir saya nulis di sini adalah Februari 2023. Itupun postingan berbayar alias sponsor post. Postingan sebelumnya juga sponsor. Lalu sebelumnya lagi juga sponsor. Wow sungguh seorang blogger mata duitan. Nggak mau nulis kalau nggak ada duitnya. Gitu kok banyak sekali yang kangen, iyach? 

Tapi ya begitulah kalau terlanjur beken. Diem aja jadi sensasi.

Sejujurnya, saya agak bingung mau memulai dari mana. Selama setahun lebih ini, sayatu bener-bener berhenti bikin tulisan panjang. Bukan cuma di blog ini, tapi juga di blog-blog lain yang saya punya (iykwim), dan saya juga mengundurkan diri dari website tempat saya menulis selama bertahun-tahun. Kalau bahasa keren ala blogger zaman old: "hiatus". Dan memulai menulis kembali setelah lama hiatus itu ternyata nggak mudah.

Tapi ya...daripada dikudeta Mixue?

***

Mengenai alasan yang mendasari saya berhenti nge-blog waktu itu...kayaknya semua pasti udah tau lah ya? Alasannya ya karena industrinya sudah berubah. Karakter netizen juga ikut berubah. Munculnya sosial media bikin attention span orang-orang kek kamu makin pendek dan akhirnya mulai malas membaca. Buat apa membaca artikel 1500 kata kalau bisa lihat video joged kurang dari 1 menit?

Nggak, nggak usah tersinggung sendiri! Ini termasuk saya juga kok. Saya juga jadi malas baca lately. Kita tersinggung rame-rame ya.



Long story short, selama saya hiatus itu (hiatus nulis blog, tapi malah kerja kek robot di platform sebelah), saya mengalami banyak hal yang kurang wangun. Pola hidup dan pola kerja yang saya jalani, ternyata pelan-pelan bikin saya "sakit" dan menjauhkan saya dari orang-orang yang seharusnya anu. Saya bingung mau menjelaskan bagaimana yah. Apa ini yang dinamakan mental breakdance? Tapi intinya, saat ini saya sudah lebih baik kok. Atau setidaknya sedang dalam proses menyembuhkan diri. 

Banyak hal yang saya lakukan untuk bebenah, baik fisik ataupun mental. Yang paling kelihatan di instagram saya sih, setahun (lebih) belakangan saya memperbaiki pola hidup. Saya diet, clean eating, dan olahraga. Berat saya turun 13 kg dalam proses ini, dan ini baik yah, karena sebelumnya saya memang overweight. Saya melakukan diet dengan cara yang sehat diawasi oleh segenap elit global dan pihak-pihak yang berwenang. 

Selain itu, yang nggak kelihatan secara langsung oleh pemirsa, saya juga ke psikolog untuk mendapatkan bantuan profesional. Yang sedang saya usahakan banget adalah melatih kembali fokus saya yang udah sangat berantakan karena kebiasaan multitasking beberapa tahun belakangan ini. Menajamkan kembali kemampuan saya untuk merasakan dan menikmati berbagai hal tanpa distraksi apapun. Atau bahasa kekiniannya: melatih mindfulness.

Saya mencoba kembali ke banyak kebiasaan lama yang dulu bikin saya bahagia, tapi akhir-akhir ini saya tinggalkan. Di antaranya: membaca dan menulis. Saya random aja pick satu novel yang banyak banget direkomendasikan di X, yang ternyata PORNO BANGET, JINGAN T.T. Tapi ya udah saru dikit ngaruh. 


Kembali menulis di sini, selain karena saya kangen menjadi primadona kota Jogja, juga merupakan salah satu terapi untuk mindful. Jadi maafkan kalau tulisan saya masih kaku. Namanya juga berobat jalan.

***

Segitu aja update dari saya. Saya yakin ini menarik kan ya? Wong berita Raffi Ahmad joged koplo saja menarik kok sampai diulas media masa. Masa berita kesembuhan mental breadtalk saya tidak menarik? 

Kedepannya saya pengen bisa sering-sering update dan cerita-cerita saru di sini. Tapi saya jujur aja nggak tau mau kemana arahnya blog ini nanti. Saya masih suka makeup dan skincare kok, tapi saat ini sedang yo ngono kae lah... Apa saya jadi buzzer politik aja ya, katanya duitnya lebih banyak?