Review Focallure Endless Possibilities 30 Eyeshadow Palette

4 comments
Review Focallure Endless possibilities 30 Eyeshadow Palette

Eyeshadow ini reviewnya sudah lama tak mbu di bagian draft. Bingung gitu saya tu. Mau diterbitin kok basi amat. Tapi mau dihapus kok sayang ya, FOTD-ku ayu-ayu banget T.T. Ya sudah akhirnya ku publish saja agar kecantikanku tidak tersia-siakan.

Sebagai bukan-penggemar-eyeshadow-Focallure, saya sebenernya nggak terlalu antusias pas tahu Focallure ngeluarin palet ini. Ya palet apapun dari Focallure, saya nggak antusias sih. Udah cukup saya nyobain Twilight palette dan saya nggak suka. Pikir saya, kalaupun beli, kayaknya ya nggak bakalan terjamah juga.

Review Film Parasite (2019)

14 comments

Beberapa hari yang lalu, saya nanya ke Momon, "apakah aku terlalu banyak nonton film?"

Saya memang lagi keranjingan banget nonton film. Aslinya ya memang suka sih, cuma selama ini menahan diri. Terus (( nggak sengaja )) hobi lama ini dimulai lagi gara-gara Game of Thrones season 8. Jadi pas GOT S08 ini rilis, saya memutuskan untuk mbaleni nonton GOT dari season 01 sampai 07, biar lebih merasuk sukma gitu. Secara saya sebenernya agak nggak rela GOT tamat.

Nah, gara-gara maraton nonton itu, saya jadi kecentok hobi lama, yaitu keranjingan nonton film. Sekarang jam tidur saya berkurang sekitar 2-3 jam setiap harinya, karena sebelum tidur saya selalu meluangkan nonton satu film.

Daripada hobi baru ini mubazir, dan cuma berakhir dengan review tidak serius di IG story, mendingan saya jadiin konten di blog saja. Toh sebenernya saya ini punya rubik film kok, bisa di baca lho review film saya yang sebelumnya.

Baca juga: Review Buku dan Film Lainnya

Kemarin, saya nonton film Parasite sama Momon.



Percaya  nggak? Ini film Asia pertama (selain Indonesia) yang saya tonton di bioskop. Saya nggak pernah bisa sreg sama film-film asia selain Indonesia. Antara nggak masuk guyonannya, terlalu slapstick, kadang sok aethestic tapi malah bikin bosen, atau seringkali malah terlalu cheezy. Mon maap nih buat penggemar film Korea, Jepang, China, Thailand. Ini soal selera aja. Tapi Parasite ini memang bikin penasaran banget, karena banyak yang merekomendasikan. Bahkan Joko Anwar bilang ini film wajib ditonton!

Oke, boss! Tak tontone! Mumpung sugih!


Film Tentang Kesenjangan Sosial

Alkisah Ki-Woo adalah anak dari keluarga miskin, mendapat kesempatan untuk jadi guru les privat bahasa Inggris untuk anak keluarga Park yang kaya raya. Ki-Woo menyamar menjadi mahasiswa bernama Kevin. Segera setelah masuk rumah tersebut, Kevin menyadari bahwa si nyonya rumah alias Mrs. Park ini agak bego, gampang ditipu. Jadi Kevin pun menyusun rencana dan tipu muslihat, agar semua keluarganya bisa masuk dan bekerja di rumah tersebut.

Pertama adiknya, Ki-Jung, menyamar menjadi Jessica, guru les menggambar dan ahli psikologi seni untuk anak keluarga Park yang paling kecil. Lalu mereka menyusun rencana jahat, agar sopir dan pengurus rumah tangga di situ dipecat, biar bapak dan ibuknya juga bisa masuk ke rumah dan bekerja di sana.

Rencana berhasil. Ki-Taek sekeluarga berhasil masuk ke rumah keluarga Park yang mewah. Mereka bekerja di sana dan berpura-pura tidak saling mengenal satu sama lain.

Keseluruhan cerita di film ini menggambarkan soal kesenjangan sosial. Sendari awal kita udah langsung disuguhi perbedaan kehidupan keluarga Ki-Taek yang sangat miskin, dengan kehidupan glamour super kaya keluarga Park. Kesenjangan ini juga disimbolkan dengan arah anak tangga. Kalau mau masuk rumah keluarga Park, tokoh harus naik ke atas. Sementara kalau pulang ke rumah keluarga Ki-Taek, arahnya turun ke bawah.


Mengapa judulnya Parasite?

Yang akan lebih bikin perasaan penonton diaduk-aduk, karakter dalam keluarga Ki-Taek ini pintar-pintar. Bahkan bisa dibilang sih, keluarga Park bego-bego ya, bisa-bisanya ditipu mentah-mentah sama keluarga Ki-Taek. Padahal keluarga Ki-Taek jelas diperlihatkan sebagai keluarga yang amat sangat miskin, dan keluarga Park adalah keluarga kaya. Jadi orang miskin bukan selamanya karena mereka bodoh, dan orang kaya nggak selamanya pintar. Kadang di dunia ini, ada situasi kejam yang namanya privilege. Orang bisa kaya walau bego, karena ya punya privilege terlahir dari keluarga kaya.

Tapi walau pintar, saya sih tetap merasa ada yang kurang dari keluarga Ki-Taek. Ada pola pikir yang salah, sehingga si bapak selaku kepala keluarga malah bangga (bahkan akhirnya terlibat) ketika anak-anaknya mendapat pekerjaan dengan cara menipu. Keluarga Ki-Taek dengan segala kecerdasannya memilih menjadi parasit bagi keluarga Park. Keluarga Ki-Taek ini cerdas, tapi tidak berpendidikan. Saya merasa, mereka hidup untuk hari itu saja, tidak memikirkan resiko dan bagaimana masa depan anak-anaknya nanti.

Di sisi lain, karena begonya, keluarga Park ini nggak sadar kalau selama bertahun-tahun dirinya ketempelan parasit, yang nebeng hidup dan menghisap darah mereka pelan-pelan. Nggak cuma keluarga Ki-Taek yang menipu dan memanfaatkan kebegoan keluarga Park. Asisten rumah tangga sebelum keluarga Ki-Taek pun juga.

keluarga Ki-Taek, tinggal berdesakan di rumah kecil dan kumuh

Tragedi hidup tanpa penjahat

Sebenarnya, kesenjangan yang ditampilkan dalam film ini adalah realita yang bisa kita temukan di kehidupan sehari-hari. Tapi rasanya memang dibutuhkan sebuah media seperti film, agar kita semakin menyadari realita yang ada.

Di film ini ditampilkan bagaimana secara natural, Mr. Park yang kaya, bersikap terhadap pekerja-pekerjanya. Nggak ada yang salah kok. Mr. Park ya bersikap selayaknya seseorang terhadap pembantu rumah tangga, sopir, dan guru les anaknya. Nggak kejam, nggak merendahkan, tapi juga nggak bisa dibilang ramah. Cuma karena film ini mengambil sudut pandang keluarga Ki-Taek, sikap Mr. Park jadi "terkesan" kejam.

Segala yang dilakukan Mr. Park di film ini, ya memang sudah sesuai porsinya sebagai seorang kepala keluarga yang harus melindungi keluarganya. Dia harus memecat sopir pribadinya, yang kedapatan berbuat mesum di mobilnya. Pada adegan ini, kita melihat dari sudut pandang keluarga Ki-Taek, jadi kita tahu kejadian yang sebenarnya bahwa si sopir nggak berbuat salah. Tapi Mr. Park kan tidak tahu, dan dia hanya berusaha melindungi diri dan keluarganya.

Lalu adegan-adegan terakhir, ketika terjadi pembunuhan di pesta ulang tahun anaknya, dan Jessica menjadi korban, lalu anak Mr. Park pingsan. Banyak yang menilai bahwa Mr. Park bersikap dingin mengabaikan Jessica yang sekarat, dan meminta Ki-Taek segera mengantarkan anaknya ke rumah sakit. Padahal Ki-Taek sedang bingung juga karena Jesica (yang adalah anak Ki-Taek) mau mati. Tapi ya sekali lagi, kita melihat dari sudut pandang keluarga Ki-Taek. Harap diingat bahwa Mr. park tidak tahu kalau Jesica ini adalah anak Ki-Taek, karena mereka kan menyamar. Dan Mr. Park tentu saja lebih mengutamakan keselamatan anaknya sendiri dong, daripada orang lain.

Intinya sih, di film ini saya merasa, penonton diminta untuk melihat keseluruhan adegan dari satu sudut pandang. Kalau terbawa perasaan dan tidak teliti, penonton pasti akan merasa bahwa Mr. Park adalah seorang yang jahat. Padahal sesungguhnya, nggak ada yang jahat di film ini. Yang ada hanya orang-orang yang terhimpit keadaan.

Tapi ya ini cuma pendapat saya. Mungkin kamu punya pendapat lain?


Film yang bikin perasaan nggak enak

Saya harus jujur, sepanjang menonton fillm ini perasaan saya nggak enak. Tahu kan, perasaan nggak pengen nerusin nonton filmnya, tapi penasaran, tapi nggak nyaman, tapi penasaran, tapi nggak nyaman... Tapi ya akhirnya tetap saya tonton lah wong udah beli toket 35k. 

Semua sifat, ucapan, tindak-tanduk, dan segala keputusan yang harus diambil masing-masing tokoh di film ini benar-benar bikin perasaan nggak enak. Dan ini terjadi di sepanjang film. Semua tokoh bertindak hampir melewati batas, tapi nggak jadi. Begitu terus sepanjang film. Bikin kesel dan deg-degan yang nggak enak deh pokoknya.

Bahkan adegan simpel, pas Ki-Taek nyopirin Mr. Park, dan mereka ngobrol. Padahal Ki-Taek lagi nyopir, tapi tiap jawab pertanyaan Mr. Park, dia noleh ke belakang. Begitu terus sepanjang percakapan, sampai akhirnya mobilnya hampir nabrak, dan Mr. Park jadi harus nyantlap Ki-Taek: "PERHATIKAN JALAN!" Sepanjang percakapan itu pun saya udah mbatin, "Ngapain sih pak u negok-negok ke belakang mulu lagi nyetir juga, ngomong sambil liat depan kan bisa. Bos u juga pasti ngerti lah wong u lagi nyetir!"

Itu cuma contoh kecil. Dan sepanjang film, dengan berbagai macam adegan, saya harus melawan perasaan nggak nyaman semacam itu.


Rekomended?

Mmm...ini film yang sangat bagus. Tapi jujur, saya rasanya nggak akan menonton film semacam ini lagi deh di bioskop. Menurut saya ini film yang ketika nonton, saya butuh privacy. Saya mau ketika saya nonton dan perasaan saya sudah sangat nggak nyaman, saya bisa berhenti sejenak dan melanjutkan lagi kalau saya sudah siap. Kalau di bioskop kan 2,5 jam saya harus madep layar. T.T.

Review Evete Naturals Tinted Lip Balm, Favorit Buat Sehari-hari.

3 comments
Review Evete Tinted Lip Balm

Saya memasuki masa-masa: nggak pakai lipstik kelihatan pucet kayak orang sakit, tapi pakai lipstik kayak banci :|.

Saya sehari-hari memang nggak pernah makeup banyak-banyak. Kalau ketemu saya di jalan atau di mall atau di mana kek gitu yang bukan tempat kondangan, ya ketemunya saya pakai bedak Marck's sama pensil alis Fanbo doang. Jangan ngarep ketemu saya dandan metal (menor total) ala-ala FOTD di instagram @racunwarnawarni.

Karena polosan begitu, jadi kalau mau pakai lipstik rasanya agak aneh. Seperti warna lipstiknya itu tidak pada tempatnya gitu lho. Kadang saya pakai liptint, tapi tau sendiri lah liptint kan warnanya ngejedor semua. Padahal saya anaknya tipe nude-nude-an kalau soal bibir. Liptint yang punya warna nude kayaknya cuma Dior Lip Tatto yang tidak akan saya beli karena saya takut misqueen T.T.

Tapi permasalahan saya ini selesai pas saya ketemu Evete Tinted Lip Balm. Seriusan! Ini tinted lip balm-nya beda deh dari tinted lip balm kebanyakan yang bisa kita temukan di pasaran. Sebenernya produk ini tuh saya dapet dari Evete sebagai PR Gift rrrr....berapa bulan yang lalu ya? Nggak ada kerjasama untuk review. Tapi karena saya suka banget-banget-banget sama produknya, jadi menurut saya sih produk ini harus banget saya review di blog.

Tekstur Evete Tinted Lip Balm

Sesuai namanya, Evete Tinted Lip Balm adalah lip balm yang ada warnanya, keluaran Evete. Evete ini adalah brand lokal asli Jogja. Kayaknya dia spesialisasi ke produk-produk perawatan bibir, tapi juga tetep ada face skincare kayak masker bubuk dan face mist gitu. Cuma ya kalau saya lihat-lihat, skala industrinya masih kecil begitu. Bukan mass brand yang sekali produksi bisa ribuan dan langsung masuk ke drugstore atau supermarket. Tapi tetep, Evete ini brand yang terpercaya kok. Saya dulu juga pernah nge-review lip balm Evete, yang kolaborasi sama Rissa Lippielust.



Formula

Tekstur produknya pas, nggak terlalu keras tapi juga nggak lembek-lembek amat. Enak banget di oles ke bibir, glides smoothly kayak ngolesin butter gitu. Terus biasanya kan lip balm kalau ada warnanya, daya lembapnya nggak begitu bagus ya? Nah, Evete ini enggak! Walau dia tinted, tapi dia sangat ampuh melembapkan bibir.

Jadi fungsinya sebagai lip balm tetep jalan kok. Kalau mau dipakai sebelum pakai lipstik sebagai pelembap bibir, juga bisa banget. Bahkan saya pernah baca di kolom komentar instagram Evete, produk ini nggak papa dipakai sebelum tidur. Tapi kalau saya sendiri sih nggak mau ada warna apapun di bibir saya pas mau tidur. Sayang sprei :(.


Shade

Swatch Evete Tinted Lip Balm
Atas: Scarlet Skye, Bawah: Dusty Dawn

Evete Tinted Lip Balm punya dua shades, yaitu Dusty Dawn dan Scarlet Skye. Dan ini nih faktor utama yang bikin saya cinta mati sama lip balm ini: warnanya tuh KELAS banget! Warnanya tetap keluar, tapi ada unsur nude atau kecoklatannya. Jarang-jarang lho tinted lip balm punya warna kayak begini. Biasanya kan, pink atau merah nyeter nggak nguwatin gitu.

Pokoknya jangan bayangin warna-warna pink nanggung ala lipstik arab atau ala-ala lipstik sheer color yang suka dipakai anak SMA yang pengen gincuan tapi takut sama guru BK begitu ya. Evete ini warnanya nggak norak sama sekali! Ya memang formulanya nggak yang coverage tinggi sampai nutupin bibir kayak matte lip cream lah, tapi dia juga nggak konyol jatuhnya di bibir saya yang warna pinggirannya item.

Di bibir saya sih warna ini jatuhnya natural, bikin penampilan kelihatan nggak pucet tapi juga nggak yang kelihatan dandan banget gitu.


Dusty Dawn
a natural warm pink that will complement any complexion. Perfect for a daily understated look

FOTD Evete Tinted Lip Balm Dusty Dawn

Warna Dusty Dawn adalah FAVORIT saya. Warnanya natural dusty pink gitu. Kalem dan nude banget jatuhnya. FOTD di atas nggak begitu gambarin IRL-nya ya. Warna aslinya tuh lebih kalem nge-pink seolah warna bibir asli cuma lebih kecupable. Punya saya warna ini udah mau habis saking seringnya saya pakai, hampir setiap hari.


Scarlet Skye
a medium red, not too dark nor too bright, complements most skin tones

FOTD Evete Tinted Lip Balm Scarlet Skye

Scarlet Skye ini katanya best seller. Tapi saya sendiri lebih suka Dusty Dawn. Tapi bukan berarti saya nggak suka Skye ya, suka banget juga saya tu! Warnanya merah bata kecoklatan gitu. Merah tapi nggak norak dan nggak ngejreng. Ini versi lebih glossy dari Dear Me Dear Vera.



Daya tahan

Untuk finish-nya, kelihatan ya di foto, dia agak glossy gitu. Tapi nggak yang gilap-gilap sampai nyeplak kemana-mana kok. Pas aja gitu, bikin bibir lembap dan kelihatan juicy. Tapi tentunya ya nggak akan tahan lama kayak matte lipstik.

Saya sih nggak masalah sama sekali. Ilang ya retouch toh, urip kok le diangil-angil men. Toh ini retouch-nya gampang, nggak usah dihapus-hapus dulu warna sebelumnya, tinggal tumpuk aja. Makin sering dipakai bibir juga makin lembap. Terus nggak perlu kaca juga sih, oles berantakan ngasal di bibir jatuhnya tetep cakep.


Packaging

Packaging Evete Tinted Lip Balm

Mon maaf nih, untuk packaging sih saya belum bisa bilang bagus ya. Pertama, batang lip balm-nya ini kalau udah diputer keluar, nggak bisa dimasukin lagi. Jadi ya pastikan nggak usah diputer panjang. Terus yang kedua soal desain, memang masih sangat sederhana. Itu merek yang ditempel di badan tabung lipstik juga cuma kertas biasa yang di-print dan ditempel, jadi jangan berharap akan tahan lama. Label Mfg (manufacturing date atau tanggal pembuatan) juga masih ditulis tangan.

Tapi ya kayak yang sudah saya jelaskan, Evete ini masih skala industri kecil. Dan saya berusaha nggak mau nyinyir sama packaging-nya, karena walaupun banyak kekurangan, namun secara fungsi nggak ada masalah. Packaging-nya bisa melindungi produk dengan sangat baik, nggak mempersulit proses aplikasi, mudah disimpan dan dibawa-bawa juga.


Harga dan Tempat Beli

Harganya Rp.52.000 / 2,5 gr. Kalau mau beli ya paling gampang ke website-nya aja evetenaturals. Atau bisa ke instagramnya @evete_naturals. Atau searching aja di marketplace pasti banyak.

Saya pernah liat tester produk ini dipajang di Mediterranea Restaurant, di Jogja Selatan sana. Jadi, di dalam Mediterranea resto itu ada toko yang jual bahan makanan sehat dan beberapa skincare organik. Kalau pas makan di sana, saya selalu nyempetin diri mampir ke tokonya, nyetok sabun-sabun homemade, skincare Sensatia Botanicals, minyak kelapa, muesli, mie-mie-an instan tapi alami (?), dan bumbu-bumbuan gitu. Nah, ada beberapa produk Evete Naturals juga dijual di sana. Cuma pas saya nanya si Dusty Dawn, pas kosong. Kata mbak kasirnya sih, Evete Tinted Lip Balm ini sekali nyetok biasanya langsung habis dibeli. Rrrrr...


Kesimpulan

Menurut saya produk ini bagus banget sih. Ini tinted lip balm yang warnanya berkelas banget, tapi fungsi melembapkan bibirnya juga tetep bagus. Harganya 50 ribuan aja dan ini produk lokal. Kemasannya jelek, tapi ya sudah lah produknya bagus ini. Saya sih bakalan nyetok, semoga Evete konsisten ngeluarin produk ini terus, nggak discontinue kayak maskara alis ber-fibber-nya Maybelline yang ngiklannya gila-gilaan itu, nggak berubah warna, dan nggak berubah formula. Kalau mau warna baru, nambah shade aja ya, Vet, jangan diubah warna yang sudah ada.

Luv u, Vet.