Jalan Daendels & Sate Ambal

21 comments
Perjalanan Kami

Kayaknya saya udah sering cerita, kalau saya lebih sering mudik Jakarta-Jogja naik mobil. Kalau mudiknya berdua suami, kami memilih naik mobil. Alesan utamanya sih karena kami bawa kucing. Alesan sampingannya adalah sekalian wisata kuliner :D. Kalau nggak kepepet, kami selalu memilih waktu mudik yang nggak barengan sama hari besar. Jadi nggak macet. 

Tapi saya sih nggak menyarankan atau ngajak-ngajak untuk mudik naik mobil juga yah. Apalagi kalau pas hari raya dan musimnya macet. Saya menyarankan naiklah kendaraan umum aja. Biar kamu-kamu nggak kecapekan dan tentunya lebih aman, karena kan sopirnya jelas lebih terlatih.


Okelah, ngomongin mudik, saya paling suka lewat jalur selatan. Sebenernya saya kurang paham permasalahan jalur-jalur ini. Pokoknya kalau jalur utara itu lewatnya Pantura, dengan pemandangan jalanan, bis dan truk. Sedangkan kalau lewat selatan akan banyak pemandangan yang lebih sedap seperti ini:

Pemandangan Jalur Selatan

Tapi sayangnya, kondisi jalannya nggak begitu bagus. Banyak aspal berlubangnya. Untungnya sih memang jalur ini relatif nggak macet. Bahkan kalau nggak pas lebaran, ya sepi banget lewat sini.

Salah satu jalur yang kami lalui adalah jalan Raya Pos, atau dinamakan juga jalan Daendels. Jalan ini dinamakan sesuai dengan nama pembangunnya dulu yaitu: Gubernur-Jendral Herman Williem Daendels. Si Daendels ini kabarnya adalah gubernur Hindia-Belanda paling kejam sepanjang sejarah. Dan jalan Daendels ini adalah produk kekejamannya yang paling terkenal. Selain bener-bener membantu banget dari sisi transportasi, yaitu menghubungkan berbagai kota besar di pulau Jawa (dan mempercepat laju perekonomian tentu saja), jalan ini juga banyak dikecam karena pembangunannya disebut-sebut sebagai genocida, yang memakan belasan ribuan jiwa dalam kurun waktu satu tahun saja.

Jalan ini dibangun dari Anyer sampai Panurukan, yang panjangnya kurang lebih adalah 1000 km. Pembangunan jalan ini juga tergolong pekerjaan yang sangat berat pada jamannya, karena kan harus membelah gunung dan bebatuan. Pembangunannya memakan waktu cuma satu tahun, yang mana adalah rekor dunia pada jamannya, dan tentu saja menjadi "prestasi" tersendiri untuk Daendels.

Kuli atau pekerja yang dipergunakan adalah penduduk pribumi. Dikisahkan, awalnya mereka diberi upah untuk mengerjakan jalan ini. Tapi kemudian karena kurangnya pendanaan, akhirnya mereka nggak dikasih upah deh. Istilah yang digunakan waktu itu namanya kerja wajib. Jadi si Daendels ini menekan ke para Bupati Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyuruh penduduknya kerja gratisan membangun jalan sebagai upeti karena sudah tinggal di tanah milik Raja. Jadi jalan tersebut dibangun dengan sistem kerja paksa. Dan menurut beberapa sumber, pembangunan jalan ini menumbalkan korban nyawa 12 ribu pribumi.

Kalau mau tau lebih lanjut mengenai Jalan Daendels, mungkin baca buku ini aja yah:

Referensi Literasi

Di buku ini, Pram menuturkan tentang pembangunan jalan Daendels. Runut dari kota ke kota. Termasuk pembahasan mengenai kekejaman Daendels terhadap pribumi dan juga berapa nyawa pribumi yang dikorbankan demi terbangunnya jalan ini. 

Jujur aja sih, saya sebenarnya bukan tipe yang baca beginian. Saya suka bukunya Pramoedya, bahkan punya beberapa, tapi hanya sebatas karya Fiksi dan Roman-nya aja. Yang non-fiksi begini baru saya baca setelah saya nikah. Soalnya suami saya punya, ya udah deh saya baca :D. Dan ternyata saya ketularan suka. Tapi saya juga nggak mau ngomong banyak soal buku, karena itu ranahnya blog Besok Siang.  Di blog alay ini saya lebih kepada pengen pamer foto-foto dan makanan aja.

Yah, intinya kami ngelewatin sebuah jembatan, yang mana di bawahnya itu ada sebuah sungai besar yang langsung bermuara ke laut selatan. 

Suasana Jalan Daendels

Dan muaranya itu kelihatan dari pinggir jembatan. Cantiikk banget! Mungkin karena didukung suasana sepi, angin sepoi-sepoi, dan cahaya matahari yang sedikit redup waktu itu, saya jadi meleleh pas ngeliat sungai di balik jembatan tersebut.

Sungai Besar Cantik

Kadang-kadang, kalau pas jalan-jalan dan ngeliat beginian, saya ngerasa jadi orang kaya. Maksudnya, di keseharian kan kadang kita (kita? Oke, saya!) suka ngeliat dan kemudian iri sama orang lain. Duh, biasa dapet rumah di daerah elit gitu, saya kapan? Duh, bisa punya ABH Dipbrow Pomade, saya pakai Pensil Alis Fanbo aja masih ndremimil nyari-nyari merk yang lebih murah. Duh, bisa ini, duh pakai itu, duh biyung saya iri :(. Tapi pas lihat ginian tuh rasanya kayak: "Duhai mbak-mbak pemakai ABH Dipbrow Pomade, pernahkah kaw melihat sungai yang bermuara ke laut dari balik jembatan di suatu ruas jalan yang sepi menjelang senja?"

"Meeeeng!" yang njawab malah Jimbeam :|.

Beklah, kita lanjut ke suatu daerah menarik di Jalan Daendels ini yah. Jadi tersebutlah suatu desa yang bernama Ambal, di kabupaten Kebumen. Nah, di desa ini kita akan menemui berderet-deret warung Sate khas Ambal:

Deretan Sate Ambal
Sate Ayam Khas Ambal

Bener-bener berderet-deret kan, gaes?

Sate ini tuh beda dari sate ayam kebanyakan. Sate ayam yang biasa kita makan itu kan sate ayam Madura ya, yang potongannya kecil-kecil dengan bumbu kacang yang lezat, dan dimana-mana ada. Sate Ambal ini punya cita rasa yang berbeda dari sate Madura, tapi setahu saya cuma bisa ditemui di Ambal, Kebumen. Nggak teng tlecek kayak sate Madura.

Tadinya saya pikir sate ini lumayan terkenal, yah walau nggak setenar sate Madura lah yaa.. Tapi ternyata enggak. Temen-temen saya banyak yang nggak tahu. Yang tahu-tahu paling ya orang-orang Gombong dan Kebumen. Bahkan pas saya tanya ke Dhika, dia juga nggak tahu. Padahal Dhika itu kan Agaci ya, Anak Gaul Cilacap. Tapi rupanya Cilacap-Kebumen itu terlalu jauh kalau untuk sekedar bergaul. Yah sayang sekali wahai kamu yang nggak tau. Sate ini enak sekali. Saya lebih baik nggak pakai ABH Dipbrow Pomade dah daripada nggak makan sate Ambal :D :D.

Dan di antara sekian banyak warung, langganan saya biasanya di sini:

Sate Ambal Favorit

Kalau dari arah Jogja, Bu Klendet ini letaknya di kanan jalan. Tapi bakul sate yang lain saya kira juga sama enaknya lah. Saya suka ke Bu Klendet karena udah terbiasa aja. Selain itu suka numpang ke kamar mandinya yang relatif bersih :D.

Lagi-lagi saya akan mengenalkan kuliner yang nggak instagramable ya. Sate Ambal ini jualannya nggak di cafe atau resto yang fancy. Ini cuma suatu tempat makan sederhana di suatu desa di kabupaten Kebumen. Tapi buat saya sih sama sekali nggak masalah. Saya bukan tipe yang rebyekepyek kalau soal tempat makan. Tapi buat kamu yang mencari cafe ber-AC dengan sofa yang empuk, ya jangan kesini ^^.

Suasana Warung Bu Klendet
Suasana Teras Depan
Melihat Pak Kasman Bekerja

Saya biasanya milih duduk di teras depan itu. Jadi sejuk kena semilir angin, dan bisa sekalian ngobrol-ngobrol sama mas-mas yang bakar sate. Kalau hari biasa memang sepi. Tapi kalau pas lebaran, beuuhh, rame bangettts!

Nah, sekarang masuk ke menu utamanya yah, inilah dia: Sate Ambal.

Sate Ambal Enak

Sate Ambal ini terbuat dari daging ayam. Cita rasanya manis dan gurih. Potongan dagingnya lebih besar dari sate Madura. Nggak kayak sate Madura yang dagingnya terasa hambar kalau nggak di siram saus kacangnya ya, sate Ambal ini dimakan tanpa sausnya pun enak banget. Aroma rempahnya bener-bener bikin perut keroncongan. Oh iya, daging ayamnya ini empuk dan kenyalnya pas. Bumbunya juga terasa meresap sampai ke dalam-dalam dagingnya, bukan cuma di permukaan.


Kondimen Sate Ambal

Sate Ambal ini disajikan dengan menggunakan saus tempe dan ketupat/nasi (bisa milih). Saus tempe? Iyaaa, sausnya pakai bahan dasar tempe. Jadi jangan kaget kalau ketemu tekstur kedelai di sausnya. Saus sate Ambal ini teksturnya lebih encer dan sedikit lebih berminyak daripada saus kacang pada sate Madura. Cita rasanya manis dan sedikiiiittt pedas.

Zoom In Sate Ambal

Jujur aja yah, saya malah nggak suka makan satenya kalau disiram pakai sausnya. Manis ketemu manis, jatuhnya eneq ^^. Jadi paling sausnya saya clepretin dikit ke ketupatnya aja, buat rasa-rasa. Sementara satenya saya makan polos tanpa saus. 

Selfie Sama Sate Ambal
selfie sama sate Ambal

Kalau kamu tertarik untuk nyobain, saat pesan pertama kali, ada beberapa hal yang perlu kamu ingat:
  1. Satu porsi sate ini berisi 20 tusuk. Iya, dua puluh! Itu buanyak banget, gaes! Mendingan sih pesennya per-tusuk aja. Saya biasa pesan7-8 tusuk per-orang.
  2. Sate ini potongannya besar-besar dan cita rasanya manis, jadi walau harganya murah, jangan kalap pesan di awal yah, daripada nggak habis, hayoo? Kalau sate ayam Madura biasa itu porsi kita adalah 10 tusuk, maka untuk sate Ambal ini, cobalah 7 tusuk dulu. 7 tusuk itu buat saya mah udah wareug. Kalau tambah lagi kayaknya bakalan eneq.
  3. Nggak usah dibungkus deh, makan di tempat aja. Soalnya saya kemarin nyobain ngebungkus sate ini. Pas mau dimakan kan udah dingin tuh, satenya jadi keras. Terus saya masukin microwife, jadi anget lagi tapi tetep keras :|


Harganya berapa sih?
Jujur aja saya nggak tau per-tusuk atau per-porsinya berapa :D. Yang jelas kemarin kami makan di sana 15 tusuk + 2 porsi ketupat + 2 gelas es teh manis dan masih + bungkus 10 tusuk sate untuk di bawa pulang, cuma bayar sekitaran Rp.50.000 aja. 

Murah banget yhaaa. Udah gitu nagih pula. Beneran nagih, saya tuh rasanya masih pengen aja makan sate Ambal :(.

Salam Dari Sate Ambal dan Jalan Daendels

Oh iya, satu lagi nih. Mmm...maaf ya sebelumnya kalau tulisan saya kali ini random banget :D.

Saya pernah denger ada obrolan cowok-cowok begini: "laki-laki yang dapet istri suka dandan itu hari-harinya dipenuhi kebohongan. Jarang lihat muka polos istrinya apa adanya". Duh, kasian banget ya suami saya kalau gitu. Dapet istri suka dandan tapi suka doang, dandannya mah jarang, jadi jarang dibohongin :(.

21 comments

  1. Ini favorite aku bgt dari kecil krn bapak asli kebumen. Iya ya mba keras kl dingin? Aku suka dpanasin lg sih masih enak *apa mungkin aku memang doyan sih hahaha
    Aku seringnya mlh cn make sate tok, nanti bumbunya dicolek sama krupuk hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sebenernya dipanasin ya masih enak sih, mb. Aku juga masih doyan. Hahaha... Cuma agak keras ajah. Tapi selebihnya okelah :D
      Hihihi...ide bagus tuh dicocolin krupuk.

      Delete
  2. aku nyobain ini pertama kali dari mama yg buatin sate ambal, rasa nya maniiiis.. emang eneg sih kalo campur saus nya, karna jadi manis banget.. aku juga biasanaya nyampur saus nya dengan kerupuk kampung yg putih... hehe
    makasih yaa mba arum udah mau ngulas tentang sate ambal ini.. aku yg keturunan kebumen pun jadi terharu :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaaakkkk mamanya bisa bikin sate Ambal?? Aaaaakkk....kamu bahagia sekali mb. Aku iriii :').
      Hehe..banyak wong kebumen ya mampir sini. Suamiku dulu waktu SD-SMP di Gombong. Tetanggaan deh sama Kebumen. Sama-sama ngapak :D

      Delete
  3. Pemandangan yg gak bisa didapat di kota besar ya mbak, aku ya sama sempet terpesona waktu pertamakali liat jembatan itu waktu kejebak macet pas liburan kemarin. Poto-poto dah.. ;' ). Makasi referesinya mbak sepertinya sate ambal menarik buat dijadiin agenda kulineran kalau lewat kebumen lagi. Gak instagramable gak papa yang penting soal rasa lidah gak pernah bohong heheh..... sama posting resep simple lagi dong mbakkk...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau pas lewat, sate Ambal ini wajib dicoba deh. Hehe.. Mungkin kalau kamu nggak suka manis, bakalan eneq sama sate ini. Tapi tetep aja, menurut aku paling enggak sekali aja nyobain sate ini :D.
      Ahh iyaaa, aku jarang ada waktu buat masak sekarang :(, Nanti kalau masak lagi aku update yah ;)

      Delete
  4. Wowwwww pemandangan sungainya baguuuusss bangeeett..!! Jadi penasaran samba satenya.. Tapi jauuuhh, makan sate ponorogo aja deh, melipir 10 menit uda nyampe.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa...muara -nya cakep yaahh :').
      Hahaha...sekali-kali mainlah ke Ambal :D

      Delete
  5. Enak banget... pernah nyobain sate ambal yg di Cilacap dlu, tp blm prnh yg di Kebumebnya... hehehe
    Entah itu di Cilacap sate ambal asli atau bukan..hehehe
    Mbak Arum, berarti klo jalur selatan lewat Sunpiuh ya? Cobain bakmie nyemek Bu Seto mbak... apa udh prnh nyobain? Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lho di Colacap juga ada? Wuaahh.. masa temen aku yg orang Cilacap nggak tau nih :D :D.
      Bakmie nyemek bu Seto. Oke noted! Thanx rekomendasinya, mbaaaa :3 :3

      Delete
  6. Mba Arum aku punya Tetralogi Buru lengkap. #pamer #komen_gak_nyambung #pelis_jangan_ditendang
    Salam kenal, saya rajin mampir kemari, tapi baru berani komen gegara gak punya blog. #dooh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga udah punya wek. Kan di cetak ulang jadi sekarang bisa beli di Gramedia wek! :D :D
      Salam kenal, mb Ciciii. Bikin blog dong yuk ^^

      Delete
  7. Kalo sate banjar doyan ngga ses? Tp sate babi gituh. Manis juga, apalagi sausnya.... Aq org Banjarm tp ga doyan sie krn ga doyan manis hehehehe. Errrr yg blg suami yg pny istri tukang dandan Hidupnya penuh kepalsuan... Belom kawin kali ya, atau istrinay anti makeup. Aq pun suka dandan tp dalam 1 minggu suamj liat mukaku bermakeup belom tentu 2x LOL.... Jstrkalk cm sm suami jarang bgt makeup...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum pernah sesss, sate Banjar. Tapi jadi pengeeenn. Aku suka sih manis-manis gitu.
      Hahaha...itu yang ngomong kumpulan cowok2 jomblo rempong :D. Pantesan yhaaa nggak punya punya pacar

      Delete
  8. kak arum itu jembatan nya dimana?? bagus banget pemandangannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak tau namanya aku :'). Pokoknya kalau dari jogja ke jakarta, ini jalan lurusan sebelum sate ambal ^^.

      Delete
  9. Besok kalo mudik nyobaiinnnn akkhhh......

    ReplyDelete
  10. Wah kok kayaknya enak banget ya.. sayang pas ke Jogja kmrn aku ga sempet coba :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya uenaaakkkk. Aku setiap mudik wajib lewat sini.

      Delete

Hai, terima kasih sudah mampir di sini dan berkomentar dengan sopan ;).
Komentar yang menyertakan link hidup dan kometar yang sifatnya mempromosikan website komersil/ barang jualan akan dihapus.